OtonomiDaerah For Better Economic
Otonomi daerah di Indonesia
Sejak reformasi di gulirkan dan
menguknya konsep otonomi daerah sebagai bentuk kritikan terhadap pengelolaan
pemerintahan pada zaman ordebaru yang dinilai pemerintahan yang sangat
sentralistik yang kesemuanya dikomandoi atau segalah urusan dinakodai pemerintah
nasional atau pusat sehingga daerah atau sub nasional tidak memiliki peranan
yang berarti dalam pengolaha pemerintahan. Tak terkecuali urusan pemerintahan
yang bersifat tekhnis dimana jakarta menjadi aktor penentu, meskipun jauh
sebelum adanya otonomi daerah telah ada kritikan tentang pengelolaan
pemeritahan yang seperti itu dengan anggapan bahwa keputusan yang diambil tidak
tepat sasaran dengan apa yang diharapkan di daerah , Setidaknya dalam hal
pengelolaan negara tersebut, substansinya berada pad rana Horisontal atau yang
mana terkait dengan fungsi serta vertikal yaitu struktur penyelanggara
pemerintahan seperti pemerintahan nasional atau pusat, daerah atau sub
nasional. Dimana batasan batasan fungsi atau wewenang antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah serta hubungan diantaranya dalam mengelolah pemerintahan.
Setidaknya kalau kita melihat
kondisi yang terjadi saat ini yang menarik untuk kita simak, fenomena yang
terjadi dalam masyarakat itu sendiri, kita melihat Masyarakat terklasterisasi
suku, wilayah yang dicontohkan oleh wawan mas’udi adanya sub teritorial contoh
dapat dilihat pada struktur Tentara Nasional Indonesia TNI yang kesemuanya
tersusun sampai pada tingkatan desa, tingkatan yang ada di bawah. adanya
pemerintah pusat dan daerah provinsi dan kabupaten kota dan bahkan sampai pada
tingkatan yang paling bawah yaitu tingkatan desa.
Penyelenggaraan diharapkan berjalan
dengan baik sehingga sangat dimungkinkan terjadinya pembagian kekuasaan atau
kewenangan mengelolah pemerintahan, hal tersebut di setiap negara di dunia
tidak semua memiliki cara yang sama dalam mengelolah pmerintahanya, pembagian
kekuasaan setidaknya yang sering kita dengarkan bahwa ada dua sumber otoritas,
yaitu ada pada pemerintah nasional dan otoritas ada pada pemerintah sub
nasional atau masyarakat. Dalam mempersatukan antara pemerintah pusat dan
pemerintah yang ada di daerah memiliki cara yang berbeda meskipun dengan tujuan
yang sama, dalam hal ini setidaknya ada dua bentuk negara yang dihasilkan,
yaitu negara kesatuan dan negara liberal. Yang mana negara kesatuan danlam
mempersatukan dengan cara sepenuhnya otoritas berada pada pemerintah pusat.
Sehingga menganggap bahwa negara ini dapat disatukan dengan cara semua urusan
pemerintahan yang ada semua di komandoi oleh pemerintah pusat, dan hal ini pula
yang terjadi di indonesia pada pemerintahan orde lama dibawak kepemimpinan
presiden soeharto, yang sangat terkenal dengan bentuk pemerintahan yang sangat
sentralistik atau terpusat, segala urusan pemerintahan jakarta menjadi tumpuan.,
sedangkan negara federal kekuatan atau otoritas hanya berada pada pemerintah
negara bagian. Wawan mas’udi mencontohkan hal tersebut pada penyelenggaraan
pemerintahan yang ada di America. Dengan negara liberal dianggap sebagai cara
yang sangat tepat dalam mempersatukan dengan cara pemberian kewenangan penuh
terhadap pemerintahan negara bagian yang ada, dan beranggapan bahwa
penyelanggaraan pemerintahan dengn cara sentralistik yang terpusat justru tidak
melahirkan persatuan akan tetapi peluang melahirkan perpecahan dan konflik yang
terjadi antara pemerintah pusat dan daerah, dan dianggap ancaman terhadap
sebuah persatuan.
Hubunga pemerinta pusat dan daerah
bukanlah permasalahan yang baru di indonesia akan tetapi problem masalalu yang
hingga saat ini belum terselesaikan, meskipun waktu yang lebih dari cukup telah
terlewati akan tetapi bukan berarti tidak ada usaha sama sekali dalam menangani
masalah tersebut. Telah banyak usaha yang dilakukan pemerinta walhasil sampai
saat ini belum kunjung terselasaikan, permasalahan hubungan antara pemerintah
pusat dan daerah telah banyak undang-undang yang mengatur sampai saat ini
ternyata tidak kunjung terselesaikan juga, pemerintahan yang sentralistik
maupun pemerintahan yang demokratis telah di praktekkan di negri ini yang
tentunya melahirkan berbagai pandangan dan penilaian masing-masing. Seperti
adanya anggapan bahwa Pemerintaha yang sentralistik dinilai mambuat masyarakat
menjadi apolitis.
Pada beberapa titik wilayah yang ada
di indonesia begitu banyak yang menyuarakan aspirasi daerahnya, sehingga
tuntutan masyarakat tentang pemekaran wilaya yang sangat luar biasa terjadi di
beberapa daerah, atasnama memperjuangkan aspirasi rakyat, kemudahan
administrasi yang hendak di perjuangkan hingga saat ini adanya upaya
pemerintah mengevaluasi beberapa daerah hasi lepemekaran. Dalam fenomena
tersebut bahwa ternyata Hal menarik lainya yang dapat kita saksikan, sebagai
dampak dari otonomi daerah dan terjadinya pemekaran wilayah di berbagai daerah
yaitu pada pembagian wilayah yang ada di indonesia bukanlah pembagian
administratif tapi pembagian klaster poliitik, pada dasarya pemekaran wilayah
yang terjadi di berbagai daerah yang ada di indonesia semangatnya telah berubah
denga derajat yang sangat tinggi, diman pada setiap pemekaran yang ada bukan
lagi terletak pada aspek administrasi, tapi pada semangat suku. Dapat
diliha pada penyelenggaraan pemerintahan yang ada di berbagai wilaya di
indonesia. Wawan mas’udi dalam hal ini mencontohkan pemerintahan antara
yogyakarta dan Jawatengah. Kalau di sulawesi tengah dapat diliha pada kasus
yang terjadi di kabupaten bungku dan kolonedale kabupaten morowali.
Jikalau pembagian dengan di dasarkan
pada admionistratif, maka dapat dipastikan sangat banyak daerah yang tidak
layak atau tidak memenuhi untuk menjadi suatu daerah yang otonom, kondisi
demikianlah yang terjadi di indonesia saat ini, Dalam pemerkaran wilayah yang
ada di indonesia ada sebenarnya ada unsur politk didalamnya, pemekaran daerah
yang ada tidak lagi terletak pada substansinya, banyaknya tantangan yang di
hadapi dalam penyelenggaraan otonomi daerah tentunya membutuhkan perhatian
pemerintah dalam hal tersebut, bebrapa kabar terdengar pada akhir-akhir ini
bahwa otonomi daerah akan di evaluasi, respon pemerintah tersebut dengan melakukan
pembentukan evaluasi terhadap pelaksanaanya, dan kabar terakhir yang kita
dengarkan bahwa tim tersebut telah terbentuk seperti yang diberitakan pada, (kompas)
sabtu 09 januari 2010.
Pemerintahan yang sentralistik
dinilai berbenturan dengan karakteristik yang ada di daerah, di setiap daerah
yang ada di indonesi memiliki karakter yang berbeda, baik daris segi potensi
wilyah yang ada di indonesia maupun dari segi kultur yang ada di masyarakat
sehingga sangat dimungkingkan terjadinya perbedaan kebutuhan yang ada di daerah
sehingga ada yang beranggapan bahwa pemerintahan yang ada di daerah seharusnya
memperhatikan kearifan lokal yang ada di daerah, sehinggga dalam pembangunan
yang ada karakter daerah tetap dipertahankan, disamping itu kebijakan yang
diambil oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan yang ada di daerah, terlebih
dengan kondisi indonesia yang plural. Disamping itu ada anggapan bahwa bahwa
untuk membangun negara menjadi maju pemerintahan yang sentralistik juga bisa
mewujudkanya, wawan mas’udi memberikan gambaran Di eropa dengan pemerintahan
sentralistik juga manjadi negara maju akan tetapi sangat berbeda dengan kondisi
yang ada di indonesia di eropa masyarakatnya homogen, di indonesia
masyarakatnya yang plural sehingga sangat rentang terhadap konflik dan
perbedaan, isu yang mungkin sering kita dengar pada dekade tarakhir ini yaitu
isu daerah.
Pemekaran daerah yang marak pada
dekade terakhir ini hingga pemekaran di pertanyakan mengedepankan pelayanan
bukankan pemekaran adalah sebuah bentuk pembagian kekuasaan para elit politik,
yang mana pemekaran dapat digambarkan sebagai pembagian kekuasaan dari elit
pusat yang ada di jakarta, kepada elit lokal yang ada di daerah yang mana
otonomi daerah tidak lagi pada substansinya, sehingga desentralisasi yang menjadi
pilihan saat ini tidaklah bersifa final bisa saja akan mengalami perubahan,
terlebih dengan yang ada di indonesia setiap rezim memperlakukan pola yang
berbeda beda dalam menjalangkan pemerintahan, Desenralisasi hanyalah sebagai
bentuk atau pola transfer otority kepemerintah sub nasional yang ada di daerah.
Disamping itu dalam implementasi otoritas atau penyelenggaraan pemerintahan
perlu ada kontrol yang baik terhadap proses pelaksanaan pemerintahan.
Terkait dengan otoritas antara
pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi ada fenomena menarik yang kita
liat dimana dengan otonomi daerah yang ada, memberikan otoritas yang besar
berada pada pemerintahan yang ada di kabupaten, sehingga koordinasi antara
pemerintah provinsi dan pemerintah yang ada di kabupaten sering terkandala,
dimana pemerintah kabupaten menganggap bahwa otoritas melekat pada dirinya
sangat besar, sehingga enggan tunduk pada pemerintah provinsi dan bahkan
pemerintah yang ada di kabupaten membetuk kekuatan sendiri wawan pada
perkuliahan yang lalu mencontohkan pada kasus pemerintah di merauke.
Kondisi yang terjadi di iondonesia
saat ini yang terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah adalah sebuah
permasalahan yang cukup serius, setidaknya ada beberapa motif yang
melatarbelakangi seperti, keterjangkauan, efisiensi (hal yang strategis)
keamanan dan ekonomi. Dalam implementasi otonomi daerah setidaknya harus
memperhatikan persoalan keterjangkauan, terutama dari segi pelayanan terhadap
masyarakat, yang terkait pada persoalan wilayah dan tata letak, persoalan
efisiensi yang terkait dengan persoalan biaya, jarak. Hal tersebut yang harus
mendapat perhatian besar dalam pelaksanaan otonomi daerah disamping dua hal
yang strategis keamanan dan ekonomi yang juga harus mendapat perhatian.
Disamping hal tersebut diatas indonesia juga harus memikirkan hal yang
strategis, terutama pemerintah yang ada di pusat, dimana yang terjadi saat ini
pemerintah pusat yang memiliki urusan yang terlau banya sehingga tidak satupun
yang terselesaikan dengan baik, pusat mengurusa sampai pada urusan yang
bersifat tekhnis yang ada di daerah. Pemerintah seharusnya memikirkan yang
strategis dan terfokus. Dengan hal tersebut tujuan dapat tercapai.
Hal yang sama sepertinya mulai
terulang lembali, kalau kita memperhatikan pengelolaan pemerintahanyang ada
saat ini ada usaha untuk sentarlisasi kembali meskipun dengan cara yang berbeda
sentarlisasi yang berbeda pada orde baru, menurut wawan mas’udi
sentralisasi yang ada pada saat ini berada pada sofwer, mencontohkan pada
penganggaran. Disadari atau tidak bahwa watak dasar pemerintah di indonesia
adalah sentralistik, sehingga upaya pengelolaan pemerintahan yang sentralistik
bisa saja terjadi, meskipun pada konsep otonomi daerah.
Demokrasi yang ada di indonesia
adalah demokrasi liberal, seperti yang ada di america bukan lagi demokrasi
pancasila sebagai contoh pada pemilihan presiden dan wakil presiden dengan cara
one man one vote masyarakat bisa menentukan siapa yang menjadi pemimpin
mereka. Hal ersebut kritikan terhadap Pemilihan bupati melalui DPR yang di
anggap terjadi kolusi dan semuah yang dipilih DPR sangat mudah
dijatuhkan.
Kepercayan masyarakat semakin
menurun, Kebaradaan partai politik yang selalu saja terjadi konflik internal,
yang permasalahanya adalah persoalan kekuasaan , contoh yang terjadi pada dua
orang anggota DPR dari partai bulan bintang (PBB) yang menentang kepemimpinan
partainya karena yusril ihza mahendra memanipulasi jalanya muhtamar sehingga
mampu menguasai kembali kepemimpinan partai tersebut. Akibatnya hartono marjono
dan abdul kadir jaelani dikeluarkan dari fraksi PBB tetapi tidak dapat di
recall karna UU No. 4 tahun 1999 tentang susunan kedudukan DPR/MPR tidak
mengenal lembaga recall sebagaiman yang dikenal sebelumnya. Sehingga demikian
tidak bisa lagi diberi kepercayaan dan amanah
Partai politik yang mendudukan
perwakilanya di DPR yang tentunya memiliki tujuanya untuk menyampaikan aspirasi
masyarakan kepada pemerintah saat ini tidak lagi menjadi tumpuan pengharapan
dalam memperjuangkan aspirasi rakyat, ditengah gencarnya perjuangan kelompok
dan pejuangan kepentingan diri sendiri yang di kedepankan, kepercayaan
masyarakat terhadapnya menurun, kepercayaan yang diberikan mewakili rakyat
digunakan untuk berkolusi dengan eksekutif, proses dagang sapi marak teradi.
Antara kalangan eksekutif tidak ada lagi kontrol yang baik akan tetapi
aktifitas yang saling menguntungkan diantara keduanya yang marak terjadi, antar
eksekutif dan legislatif, sehingga pembangunan daera yang ada dengan jalan yang
salah, kalu kita memperhatikan kondisi program pembangunan yang ada di daerah,
seperti program studi banding yang marak dilakukan oleh legislatif yang
notabene dijadikan untuk ajang untuk santai dan mendapatkan duit demi
kepentingan pribadi bukan untuk kepentingan rakyat. Program pelatihan yang
dilakukan di berbagai tempat yang ada di daerah yang tidak menghasilkan apa-apa
hanya di jadikan untuk mencari keuntungan.
Kasus tersebut diatas dapat dilihat
pada anggota DPRD jawa timur melakukan studi banding keluar negri yang kemudian
di persoalkan oleh masyarakat. Demikian salah satu komisi di DPRD DKI Jakarta
melakukan studi banding ke jepang dan cina yang lebih mengesankan jalan-jalan.
Bahkan anggota DPRD tangerang menyaksikan pertandingan sepakbola dari kota
tangerang di makassar dengan mengguakan fasilitas dari pemerintah daerah.
Pemilihan kepala daerah yang
dilakukan oleh DPR, sehingga muda untuk menjatuhkan, sehingga dapat dijadikan
sebagai alat untuk mejatuhkan kepala daerah yang ada, dengan semena
melakukan tekanan terhadap pemerintah
daerah, hal itu dapat dilihat pada seorang gubernur di jawa timur pernah
menyampaikan bahwa anggota DPRD di provinsinya meminta imbalan Rp. 100.000.000,
untuk menerima laporan pertanggung jawaban tahunan dari gubernur yang
bersangkutan, untungya permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh gubernur
tersebut.
Hal lain yang dapat juga kita lihat
misalnya pada pencalonan kepala daerah, dimana para calon yang hendak maju
sebagai kepala daerah yang ada diperlukan cos politk yang cukup banya untuk
mendapat dukungan dari sebuah partai, jika tidak terpenuhi maka keinginan untuk
mencalonkan kepala daerah akan sirna. Meskipun demikian ada yang mengritisi
terahadap pelaksanaan pemilihan secara langsung, yang mana pada pelaksanaanya
harus dilakukan secar bertahap, atau dilakukan uji coba